BIG : 43,4 Juta Hektare Lahan Terindikasi Tumpang Tindih Pemanfaatan Ruang



Kepala Badan Informasi Geospasial (BIG) M. Aris Marfai mengatakan, peta indikatif tersebut telah ditetapkan dalam Keputusan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian nomor 222-225 tahun 2021.

Badan Informasi Geospasial (BIG) mengatakan terdapat tumpang tindih pemanfaatan ruang ketidaksesuaian batas daerah, tata ruang, dan kawasan hutan. 

Hal ini berdasarkan peta indikatif tumpang tindih pemanfaatan ruang ketidaksesuaian batas daerah, tata ruang, dan kawasan hutan.

"Luasan yang tidak sesuai ada banyak sekitar 43 juta hektare (43,49 juta hektare) dan itu terbagi dalam beberapa kategori," kata Aris dalam konferensi pers, Selasa (13/9).

"Itu 43 juta hektare, tidak seluruh 43 juta hektare itu sangat krusial, tapi juga ada beberapa yang secara teknis, misalnya karena perbedaan tahun dalam publish peta," ucap Aris.

Baca juga : Forum Penataan Ruang Sidrap Bahas Ruang Terbuka Hijau (RTH) dan Lahan Baku Sawah (LBS)

Aris menyatakan, penyelesaian tumpang tindih mempertimbangkan berbagai hal. Misalnya, kronologinya, subyek hukum, dan tata ruang mana yang ada terlebih dahulu. Penyelesaian ini melibatkan kementerian/lembaga terkait, termasuk kementerian yang merupakan pemegang wali data.

"Tumpang tindih ini varian nya banyak. Misalnya tata ruang provinsi dengan kawasan hutan, kita perlu lihat mana yang lebih dulu hadir, mana yang kemudian updating dan sebagainya," ujar Aris.

Aris menyampaikan, luas tersebut setara 22,8% terhadap total luas nasional. Dari jumlah tersebut, terdapat ketidaksesuaian antara rencana tata ruang wilayah provinsi (RTRWP) dengan kawasan hutan (2,2%); ketidaksesuaian antara RTRW Kabupaten/Kota (RTRWK) dengan kawasan hutan (6,5%).

Lalu, ketidaksesuaian antara RTRWP dan RTRWK dengan kawasan hutan (1,7%); ketidaksesuaian antara RTRWP dengan RTRWK (11,6%); dan ketidaksesuaian antara RTRW terhadap pelepasan kawasan hutan (0,9%).

Deputi Bidang Koordinasi Pengembangan Wilayah dan Tata Ruang, Kemenko Perekonomian Wahyu Utomo mengatakan, pemerintah akan menyusun rencana aksi penyelesaian tumpang tindih. 

Baca juga : Perkembangan Kasus Perambahan Hutan di Inhu

Kemudian, akan digelar pelaksanaan rapat kerja nasional kebijakan satu peta yang melibatkan pemerintah daerah dan stakeholder terkait.

Penyelesaian tumpang tindih tersebut berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku seperti Peraturan Pemerintah (PP) nomor 43 tahun 2021 tentang Penyelesaian Ketidaksesuaian Tata Ruang, Kawasan Hutan, Izin, dan/atau Hak Atas Tanah.

Pemerintah dan stakeholder terkait akan mengindentifikasi mana tumpang tindih yang penyelesaiannya mudah dan mana yang penyelesaiannya terbilang cukup sulit. 

"Tapi semua saya jamin itu sudah ada dalam PP 43/2021, tinggal gimana kita menyelesaikannya," pungkas Wahyu.

sumber: kontan

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bappeda Blitar Tinjau Tapal Batas Lahan Kompensasi Ponpes Nurul Ulum dan Pertamina

KPH Mukomuko minta perambah hutan bentuk koperasi

Kemendagri Perkuat Komitmen Pemda Kelola Sampah DAS Citarum