Regulasi Kawasan Hutan dengan Pengelolaan Khusus (KHDPK) Perkuat Perhutanan Sosial

Lahirnya regulasi Kawasan Hutan Dengan Pengelolaan Khusus (KHDPK) lebih memperkuat Program Perhutanan Sosial dan upaya menyelamatkan hutan di Pulau Jawa. Melalui regulasi ini, masyarakat turut memahami pengelolaan hutan dan menikmati kekayaan hutan. Selain itu, diharapkan kesejahteraan masyarakat pun meningkat, khususnya bagi mereka yang telah mendapat surat keputusan (SK) Perhutanan Sosial.

“Seharusnya kita lihat dulu sebab akibat hutan saat ini rusak, dan bagaimana hutan ke depan akan dipulihkan dan diperbaiki tanpa menyampingkan maksud menyejahterakan masyarakat dan memberi penyadaran tata cara pengelolaan kawasan hutan,” ujar Ketua Badan Pengawas (BP) Forum Komunikasi Kader Konservasi Indonesia (FK3I) Jawa Barat, Dedi Kurniawan, menjawab pertanyaan pers, Jumat (22/7/2022).

Baca juga : 700 Ribu Hektare Hutan Mangrove Rusak

“Semua itu adalah keputusan tepat di tengah situasi pemulihan ekonomi nasional dan ketimpangan penguasaan atas lahan dan kelola hutan. Mau dibawa ke mana hutan Jawa? Akan ditata ulang pengelolaan kawasan hutan seluas 1.103.941 hektare untuk dilakukan proses perbaikan melalui pendampingan terhadap masyarakat sekitar hutan yang dijamin langsung oleh negara,” papar Dedi.

Dedi menambahkan, melihat ada upaya baik menyelesaikan permasalahan dan gangguan terhadap kawasan hutan, seperti perambahan kawasan akibat rusaknya kawasan penyangga. Ia juga mengusulkan agar dilakukan audit terhadap Program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) yang selama ini dijalankan Perhutani di hutan Jawa.

Selain itu, upaya ke depan yang tidak kalah penting yaitu membina dan meningkatkan kemampuan masyarakat dalam mengelola hutan, termasuk difasilitasi terhadap akses permodalannya, sehingga mereka sebagai pemegang hak kelola Perhutanan Sosial tidak hanya menjadi buruh tani, melainkan mampu mengelola dari tahap perencanaan hingga pemasaran hasil hutan.

Menurut Dedi, yang merupakan mantan ketua FK3I Nasional ini, adanya KHDPK menjadi angin segar bagi masyarakat sekitar kawasan hutan yang bergantung hidup pada kawasan hutan. Dedi mendorong agar peta KHDPK atau titik hutan sebagai lampiran ini segera dirilis Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

“Kami mendorong percepatan peraturan menteri yang dapat memayungi KHDPK. Kekhawatiran kami akan tebang pilih kawasan yang ditetapkan dan akan kita pelajari setelah petanya diterbitkan. Sebagai pegiat hutan sosial, kami akan terus melakukan edukasi dan pemahaman pengelolaan hutan sesuai dengan kaidah-kaidah kehutanan,” ujar Dedi.

Baca juga : 472 Ribu Hektare Lahan Hutan Kritis di Pulau Jawa

Menurut Dedi yang dikenal sebagai pegiat lingkungan dan konservasi alam, dalam KHDPK bukan hanya perhutanan sosial. KHDPK juga meliputi aspek penyelesaian konflik tenurial, penetapan tata batas kawasan hutan, pengelolaan kawasan hutan secara lestari, pemanfaatan jasa lingkungan serta rehabilitasi kawasan. KHDPK akan dijalankan oleh negara langsung bekerja sama dengan pemerintah provinsi daerah serta kelompok masyarakat sesuai Keputusan Menteri KLHK Nomor: SK .287/menlhk//setjen/pla.2/4/2022 tentang Penetapan Kawasan Hutan dengan Pengelolaan Khusus. Aturan ini diterapkan pada sebagian kawasan hutan negara yang berada pada kasawan hutan produksi dan hutan lindung di Provinsi Jawa Timur, Provinsi Jawa Barat, Provinsi Jawa Tengah dan Provinsi Banten.

“Berbagai fakta dan kondisi di lapangan inilah sehingga saya melihat Program Perhutanan Sosial diharapkan dapat mengurangi ketimpangan kelola kawasan lahan dan menata ulang hak garap masyarakat,” pungkas Dedi.

sumber: beritasatu

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bappeda Blitar Tinjau Tapal Batas Lahan Kompensasi Ponpes Nurul Ulum dan Pertamina

KPH Mukomuko minta perambah hutan bentuk koperasi

Kemendagri Perkuat Komitmen Pemda Kelola Sampah DAS Citarum