Postingan

Menampilkan postingan dari Juli, 2022

Regulasi Kawasan Hutan dengan Pengelolaan Khusus (KHDPK) Perkuat Perhutanan Sosial

Gambar
Lahirnya regulasi Kawasan Hutan Dengan Pengelolaan Khusus ( KHDPK ) lebih memperkuat Program Perhutanan Sosial dan upaya menyelamatkan hutan di Pulau Jawa. Melalui regulasi ini, masyarakat turut memahami pengelolaan hutan dan menikmati kekayaan hutan. Selain itu, diharapkan kesejahteraan masyarakat pun meningkat, khususnya bagi mereka yang telah mendapat surat keputusan (SK) Perhutanan Sosial. “Seharusnya kita lihat dulu sebab akibat hutan saat ini rusak, dan bagaimana hutan ke depan akan dipulihkan dan diperbaiki tanpa menyampingkan maksud menyejahterakan masyarakat dan memberi penyadaran tata cara pengelolaan kawasan hutan,” ujar Ketua Badan Pengawas (BP) Forum Komunikasi Kader Konservasi Indonesia (FK3I) Jawa Barat, Dedi Kurniawan, menjawab pertanyaan pers, Jumat (22/7/2022). Baca juga : 700 Ribu Hektare Hutan Mangrove Rusak “Semua itu adalah keputusan tepat di tengah situasi pemulihan ekonomi nasional dan ketimpangan penguasaan atas lahan dan kelola hutan. Mau dibawa ke mana hutan

Kajian Auriga : Sawit Swadaya Bukan Penyebab Deforestasi

Gambar
Dalam kajian Auriga, deforestasi dari sawit swadaya tersebar di lima pulau utama dengan Sumatera paling besar mencapai 164.674,72 hektar. Kalimantan 11.207,14 hektar, Sulawesi 2.101,10 hektar, Papua 57,96 hektar dan Maluku 45,72 hektar. Tata kelola sawit petani mandiri atau swadaya perlu mendapat apresiasi. Hanya sekitar 8% perkebunan sawit swadaya berasal dari kawasan hutan dalam 20 tahun terakhir. Berarti, kebun sawit swadaya bukan penyebab deforestasi. Data ini merupakan hasil analisis terbaru Yayasan Auriga Nusantara yang menemukan selama dua dekade terakhir hanya 178.087 hektar perkebunan sawit swadaya yang berasal dari hutan alam secara langsung. Hingga 2020, ada 2,3 juta hektar sawit swadaya yang berhasil mereka identifikasi di seluruh Indonesia. Baca juga : 472 Ribu Hektare Lahan Hutan Kritis di Pulau Jawa Angka ini masih relatif kecil kalau melihat total deforestasi seluruh perkebunan sawit baik skala kecil maupun besar. Kalau dijumlahkan, Auriga menyebut ada 2,8 juta hektar

700 Ribu Hektare Hutan Mangrove Rusak

Gambar
Hutan bakau atau disebut juga hutan mangrove adalah hutan yang tumbuh di air payau, dan dipengaruhi oleh pasang-surut air laut.  Hutan ini tumbuh khususnya di tempat-tempat di mana terjadi pelumpuran dan akumulasi bahan organik Badan Restorasi Mangrove dan Gambut ( BRGM ) menyatakan luas hutan mangrove di Indonesia mencapai 4.120.263 hektare. Namun, 700.000 hektare di antaranya telah mengalami deforestasi. "Yang rusak 700 ribu ha," kata Deputi Bidang Perencanaan dan Evaluasi BRGM Satyawan Pubdyatmoko di Kantor BRGM, Jakarta Pusat, Selasa (19/7). Baca juga : MENKEU: Potensi Ekspor Kredit Karbon Sektor Kehutanan RI Capai Rp2,6 Triliun Pasalnya, pemerintah juga punya program untuk rehabilitasi tambak serta mangrove. Program itu ditujukan untuk pemanfaatan tambak dan ekowisata. "Dari presiden yang sama ada program revitalisasi tambak dan ada program rehabilitasi mangrove. Ini hal yang harus dipikirkan bersama," jelas dia. Sebagai informasi, pemerintah menargetkan 620.0

MENKEU: Potensi Ekspor Kredit Karbon Sektor Kehutanan RI Capai Rp2,6 Triliun

Gambar
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan, potensi nilai ekspor kredit karbon di sektor kehutanan Indonesia mencapai Rp2,6 triliun per tahun. Angka tersebut diproyeksi dari rata-rata harga karbon US$/CO2e serta potensi serapan karbon dari hutan seluas 434.811 hektare. Adapun luas hutan yang dihitung untuk memproyeksi nilai kredit karbon berada di luar hutan yang berfungsi sebagai penyimpanan karbon dan terus dijaga untuk mencapai target Nationally Determined Contribution (NDC) pada 2030. "Hal ini disebut oleh Kementerian Lingkungan Hidup (KLHK) sebagai komitmen di luar NDC, sehingga kredit karbon dari luar NDC ini diperkirakan cukup besar dan dapat diperdagangkan di pasar global," ungkap Sri Mulyani dalam Kegiatan Sampingan G20 Indonesia 2022 bertajuk "Sustainable Finance for Climate Transition Roundtable", Kamis (14/7) sepereti dikutip Antara. Bendahara Negara menuturkan, Indonesia memang memiliki salah satu hutan tropis terbesar yang akan terus d

472 Ribu Hektare Lahan Hutan Kritis di Pulau Jawa

Gambar
Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Bambang Supriyanto mengatakan sedikitnya ada 472 ribu hektare hutan di Pulau Jawa yang kritis di bawah pengelolaan Perum Perhutani. Hal itu menjadi salah satu alasan pihaknya mengambil alih kelola 1,1 juta hektare hutan di Jawa dari Perum Perhutani. Sebab, sebagian lahan, khususnya lahan kritis akan dilakukan rehabilitasi. Sebagai informasi, ketentuan ambil alih kelola hutan itu tercantum dalam Surat Keputusan Menteri LHK Nomor 287 tentang Penetapan Kawasan Hutan dengan Pengelolaan Khusus (KHDPK). SK itu diteken oleh Siti Nurbaya pada 5 April 2022. "Kalau luasnya yang ada di dalam kawasan hutan menurut catatan direktorat jenderal itu ada 472 ribu yang kritis," kata Bambang dalam diskusi daring dikutip pada Senin (13/6). Bambang menjelaskan sebenarnya KHDPK awalnya bertujuan untuk pendidikan dan ketahanan pangan. Hal itu mengacu pada Undang Undang 41 tahun 1999 tenta

67 Persen Hutan Sumsel Rawan Kebakaran

Gambar
Dinas Kehutanan Sumatera Selatan mencatat hingga kini 67 persen wilayah Sumsel masuk kategori kerawanan tinggi kebakaran hutan dan lahan (karhutla).  “Gambut sangat berbeda, jika terbakar maka sangat sulit dipadamkan. Itulah yang menyebabkan Sumsel masuk kategori provinsi rawan karhutla di Tanah Air,” katanya, Rabu (6/7/2022).  Mengamati kejadian karhutla dari 2015 hingga 2021 maka terdapat enam kabupaten di Sumsel yang selalu mengalami karhutla dengan Kabupaten Ogan Komering Ilir menempati peringkat teratas. Hal itu merujuk pada luasan areal terbakar dan jumlah hotspot (titik panas).  Sumsel yang dikenal dengan Bumi Sriwijaya memiliki total luas mencapai 91.000 kilometer persegi. Kepala Bidang Perlindungan Konservasi SDM Ekosistem Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Selatan Safrul Yunardy mengatakan, salah satu penyebab utamanya karena Sumsel memiliki setidaknya 1 juta hektare areal gambut.  Baca juga : Mengetahui Batas Lahan Menggunakan Aplikasi “Belajar dari pengalaman yang sudah-sud

Mengetahui Batas Lahan Menggunakan Aplikasi

Gambar
Penataan lahan kebun sawit rakyat  merupakan kegiatan penting karena berkaitan dengan alas titel lahan, penataan batas-batas lahan pekebun, pembagian blok garapan, dan pengelolaan lahan. Sebelum bicara soal sawit rakyat yang berkelanjutan, penataan lahan ini menjadi prasyaratnya. Hal itu telah dilakukan oleh Pekebun Desa Tepian Buah, Berau Kaltim. Dengan dilakukan pendampingan oleh Javlec Indonesia, pekebun dapat  melakukan pemetaan lahan. Peta hasil pemetaan lahan secara partisipatif itulah yang dapat dipergunakan dalam merancang tata ruang desa, khususnya zona pemanfaatan lahan untuk kebun sawit.  “Kemudahan aplikasi geospasial berbasis android cukup membantu pekebun sawit rakyat untuk mengenali batas-batas lahan kebun. Salah satunya adalah aplikasi AvezanMaps , yang dapat diinstal dan dipergunakan dengan mudah. Penting, karena dapat membantu dalam penataan kawasan kebun yang dikelola secara berkelompok.” Baca juga : University of California: Hutan Kalimantan Diproyeksikan Menggantik

University of California: Hutan Kalimantan Diproyeksikan Menggantikan Hutan Amzon

Gambar
Permodelan iklim oleh para peneliti di University of California memproyeksikan bahwa di masa akan datang, hutan di Indonesia seperti di Kalimantan dan Sumatera akan menjadi hutan hujan tropis terbesar di dunia. Akan terjadi peningkatan gas rumah kaca di masa depan yang akan mengeringkan hutan hujan amazon, sementara di Indonesia dan Afrika akan menjadi lebih lembab. Seperti diketahui, saat ini hutan hujan tropis Amazon merupakan yang terbesar di dunia. Tapi di masa akan datang, permodelan iklim memprediksi kondisi tersebut akan berubah drastis. Para peneliti mengidentifikasi faktor tak terduga yang terjadi dari permodelan tersebut yang membuat terjadi perubahan drastis dan pergeseran curah hujan di seluruh dunia. Yang paling berperan dari perubahan tersebut adalah peningkatan karbon dioksida yang begitu tinggi. Baca juga: UMM Tuai Pujian Kelola KHDTK dari Tata Batas hingga RPJP James Randerson dan rekan peneliti dari University of California mengungkapkan bahwa perubahan skala besar